WNA Sampai Tidak Diperbolehkan Masuk ke RI, Seberapa Bahayakah Mutasi Terbaru Virus Corona?

Varian baru Corona yang ditemukan di Inggris sudah menyebar ke sejumlah wilayah termasuk beberapa negara Asia. Indonesia ikut mengantisipasi dengan mengeluarkan pembatasan WNA yang datang dari luar negeri khususnya Inggris.
“Saat ini telah muncul pemberitaan baru mengenai strain baru virus COVID-19 yang menurut berbagai data ilmiah memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat. Menyikapi hal tersebut, rapat kabinet terbatas tanggal 28 Desember 2020 memutuskan untuk menutup sementara, saya ulangi, untuk menutup sementara dari tanggal 1 sampai 14 Januari 2021 masuknya warga negara asing atau WNA dari semua negara ke Indonesia,” kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers, Senin (28/12/2020).
Saat pertama kali mengumumkan varian baru Corona, otoritas kesehatan Inggris menjelaskan jenis Corona ini 70 persen lebih menular. Varian baru Corona ini pertama kali muncul pada bulan September dan November pada 28 persen kasus COVID-19 di London.
Pada minggu 9 Desember, lebih dari 62 persen kasus COVID-19 London berasal dari varian baru ini.
“Jadi, yang diberitahukan di sini adalah bahwa varian baru ini tidak hanya bergerak cepat, namun dapat meningkatkan kemampuannya dalam menularkan, tetapi juga menjadi varian yang dominan. Ini mengalahkan mutasi yang lain dalam hal penularan,” kata kepala penasihat ilmiah Inggris, Sir Patrick Vallance.
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) mengakui, berdasarkan data, varian baru Corona di Inggris lebih cepat menular, tetapi belum ada bukti berbahaya atau memperparah infeksi Corona.
“Varian baru Corona yang sekarang ini ternyata memang dilihat dari data penyebarannya memang lebih cepat, dan salah satu yang dipengaruhi oleh virus dan varian ini adalah dia menyerang receptor binding domain (RBD),” paparnya dalam konferensi pers Kamis (24/12/2020).
Namun, ia menyebut hal ini bisa jadi mengganggu hasil akurasi tes PCR. Mengapa begitu?
“Dampak adanya varian ini adalah mesin pemeriksaan PCR, jadi mesin PCR itu salah satunya dia mendeteksi gen S, kalau mesin PCR-nya, diagnostiknya, menargetkan gen S, maka ada kemungkinan gangguan akurasi dengan adanya varian ini,” pungkasnya.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pokja Genetik FK-KMK (Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan) UGM dr Gunadi. Meski diduga menular tujuh puluh persen, tidak ada bukti lebih ganas atau lebih berbahaya.
“Mutasi ini diduga meningkatkan transmisi antar manusia sampai dengan 70 persen. Namun, mutasi ini belum terbukti lebih berbahaya/ganas. Demikian juga, mutasi ini belum terbukti mempengaruhi efektivitas vaksin Corona yang ada,” ucapnya.